Pesan


Based on : True Story

Kurang 10 menit jam 16.00. Namun yang hadir masih belum cukup ½ dari jumlah undangan yg disebar. Adi melirik tidak sabar ke arloji di pergelangan tangannya. Paling tidak, rapat bisa selesai sebelum adzan magrib berkumandang.
“gimana Di, kita mulai saja?” Tanya Zul yang duduk tak jauh darinya
“Sudah pukul 16.00. Dimulai saja. Kita harus membiasakan diri untuk on-time.”
Rapat persiapan LDK itu memang sengaja diadakan di pantai. Selain mencari suasana baru, juga pengurus OSIS memang jarang berkumpul bersama untuk refreshing. Sebagai ketua OSIS, Adi merasa tidak ada salahnya merangkai 2 acara dalam satu waktu.
Butuh 1,5 jam untuk bisa menghasilkan kata sepakat. Adi pun menarik nafas lega ketika rapat akhirnya ditutup.
“Gak pulang Di?” Intan bertanya pada Adi yang masih terlihat santai sambil bersiap-siap untuk pulang.
“Kalian pulang aja dulu. Tanggung juga pulang jam segini. Dapat magrib di jalan, mending sekalian shalat di masjid dulu. Lagian jarang2 banget bisa ngumpul bareng. Aku pulangnya ma Zul dan Nas aja”
Bertiga mereka menghabiskan waktu di pantai. Memandang matahari yang pelan-pelan tenggelam di kaki cakrawala. Dan begitu adzan magrib berkumandang, mereka pun bergegas ke masjid yang tak jauh dari pantai tempat mereka duduk.
Selepas keluar dari pelataran masjid tiba2 Adi terpaku sejenak.
“Ada masalah?” Nas yg melihat perubahan ekspresi di wajah Adi bertanya.
“Sepertinya ponselku ketinggalan diruang OSIS” jawab Adi sambil meraba sakunya. Terlalu fokus pada kegiatan sore tadi membuat Adi melupakan ponselnya sejenak.
“Gak masalah bro. Kita pulangnya nanti lewat depan sekolah saja. Semoga aja pak penjaga sudah datang”.
Adi menanggapinya dengan tersenyum kecil. Bukan kali pertama menginjakkan sekolah di malam hari. Terkadang kesukaannya terhadap hal-hal mistis menjadikannya akhir-akhir ini suka menguji nyali di sekolah. Konon dari cerita kakak-kakak kelas pendahulunya, sekolahnya tergolong cukup angker di malam hari pada ruang-ruang tertentu.

15 menit kemudian, mereka sudah berada di depan gerbang sekolah. Dugaan mereka kali ini salah. Tampaknya penjaga sekolah belum datang. Mereka memutuskan menunggu sejenak. Namun sudah hampir sejam, yang dinanti tak kunjung datang.
“Udah manjat aja Di, biar kami jaga di sini. Tapi jangan pake lama ya”. Nas yang sedikit rada-rada preman juga mulai mengeluarkan jurus andalannya. Maklum, kadang kalau telat datang ke sekolah, itulah jurus ampuhnya untuk tetap dapat ikut belajar di kelas. Mencari celah yang kebetulan lalai dari pengawasan satpam sekolah saat bel tanda masuk sudah berbunyi.
“Gak apa-apa nih bro?” Adi masih terlihat ragu. Jelas dia bukan tipe anak yang suka melanggar tata tertib sekolah. Bisa juga karena takut ada yang melihat lalu disangka maling. Apalagi kalau kedapatan pak satpam, lebih gawat lagi jadinya.
“Andai besok bukan hari Minggu….”Ratapnya dalam hati.
Pelan-pelan Adi mulai memanjat pagar yang sebenarnya terbilang gampang bagi yang terbiasa melakukan adegan panjat-memanjat. Tak lupa sebelumnya tengok kanan kiri memastikan tidak ada warga yang lewat. Lokasi sekolah tsb memang terbilang sepi dari perumahan penduduk.

Begitu berada di dalam pekarangan sekolah, tanpa membuang waktu Adi menuju ruang OSIS. Sambil mengeluarkan kunci ruangan dari sakunya, dia melangkah tergesa-gesa. Nyalinya ciut harus berjalan sendiri dalam kegelapan seperti ini. Ingin rasanya tadi dia mengajak Nas untuk masuk berdua namun harga dirinya merasa terganggu.
“Harusnya kupinjam ponsel si Zul tadi” Gerutunya begitu menyadari temaram lampu di lorong tidak cukup menjangkau penglihatannya. Dalam remang-remang dirabanya lubang kunci dan “klik…”
“huffffff…” Adi  bernafas lega. Kali ini jauh lebih mudah mendapatkan ponselnya. Hanya dengan menyalakan lampu ruangan.

Selesai dengan urusannya, Adi pun kembali dengan langkah sedikit lebih ringan. Namun kali ini dia merasa suasana agak lain. Dibalikkan badannya namun tidak ada siapa-siapa di sana. Seringnya melewati ruang tunggu saat berkunjung ke sekolah malam hari dan mendapati penjaga sekolah sedang duduk di situ, membuat Adi merasa wajar ketika saat menuju ke ruang OSIS tadi, dia merasa melihat seseorang duduk di tempat yang sama. Tapi logikanya baru mencerna bahwa kali ini dia masuk ke sekolah dengan jalan yang tidak biasanya. Yang lebih membuat kakinya makin terasa dingin, sosok yang tadi adalah perempuan, bukan laki-laki.

Akhirnya rasa ingin tahu mengalahkan ketakutan yang mulai bercokol di otak Adi. Perlahan-lahan diputar badannya dan kembali melangkah menuju ruang tunggu. Namun tidak ada siapa-siapa di sana.
“Tenang Adi,, ini hanya ilusi” Berusaha menenangkan diri, Adi mencari negasi atas penglihatannya. Dengan gugup dia pun berbalik arah kembali menuju ke teman-temannya yang mungkin sudah bosan menunggu. Dan hampir saja dirinya terjungkal ke belakang begitu hendak berbelok melewati lab komputer, sesosok perempuan berdiri dengan gaun biru tua menghadang jalannya.
“Bu Dara?” samar-samar Adi mengenali sosok tersebut. Ya, dia ingat tadi siang bertemu dengan gurunya ini sedang mengetik sesuatu di lab.
“Ada apa ibu malam-malam masih ada disini?”. Sosok tsb hanya tersenyum. Situasinya lagi-lagi seperti tadi. Kali ini Adi berharap semoga ada dana tambahan untuk menambah lampu di lorong sekolah. Sebuah do’a yang aneh menurutnya sendiri.
“Ibu terkurung di sini. Pak Chandra pulang dan mengunci gerbangnya”
“Wah kok bisa bu?” Adi kembali bertanya namun sedikit menyesal melihat ekspresi ibu gurunya. Dalam temaram, Adi dapat melihat wajah Bu Dara begitu pucat. Matanya kosong. Sepertinya rasa lelah dan takut membuat ekspresinya menjadi seperti itu. Adi berpikir terus hingga tanpa sadar mereka berdua berada dalam posisi saling bertatapan.
Sadar telah berdiri terpaku cukup lama, dengan gelagapan Adi memberanikan diri menawarkan kesiapannya mengantar ibu gurunya pulang. Mereka berjalan beriringan dalam diam.
Alangkah terkejutnya Adi begitu mendapati temannya sudah tidak ada di luar.
“Sial!!” Makinya dalam hati. Tapi disisi lain dirinya merasa bersalah karena berada di dalam sekolah terlalu lama.
“Ibu bisa manjat kan?. Kuncinya tidak ada. Sepertinya Pak Chandra tidak akan kembali malam ini” Bu Dara hanya mengangguk dan mengikuti instruksi Adi dengan patuh saat dirinya dibantu melewati pagar besi tsb.
“Ibu belum makan ya?” Adi bertanya sekenanya mencoba mencairkan suasana. Terasa aneh baginya membonceng bu Dara yang dia tahu sangat ramah namun kali ini lebih banyak diam. Aroma udara sedikit tajam dan bulu-bulu halus di tengkuk Adi sedikit merinding. Ia lalu mengintip dari balik kaca spion mencoba mencari tahu keadaan Bu Dara. Namun tidak ada yang aneh.
“Belok kanan, Di” Ucapan Bu Dara mengagetkan Adi. Suaranya halus namun justru membuat Adi terkejut.
“Bukannya rumah ibu ke arah sana?”
Bu Dara hanya menjawab singkat “tidak”. 

Bagai Kerbau dicucuk hidungnya, Adi menuruti saja instruksi dari Bu Dara. Adi bahkan tidak tahu sudah berapa lama dirinya berada di atas motor. Dia juga tidak ingat persis dimana dia berhenti, kapan Bu Dara berpamitan dan mengucapkan terima kasih karena sudah mengantarnya pulang. Yang dia ingat hanyalah waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan dirinya berada di tempat yang tidak dikenalinya. Tubuhnya tampak kucel serta begitu lelah. Bahkan indikator bensin di motornya sudah berada di angka 0. Kembali ponsel disakunya bergetar. Kali ini cukup membuatnya refleks terkejut. Seolah baru tersadar dari sebuah mimpi yang panjang.

37 panggilan tak terjawab
28 pesan masuk
Pesan-pesan itu membuatnya terdiam.

Pesan dari ibu :
“kamu dimana nak, Nasrul dan Zul bilang kmu tdk ada di rmh mereka”

Pesan dari : ibu
“kalau nginap di rmhx Nasrul tlng sms ibu”

Pesan dari : Nasrul SMK
“bro..dmn? lma skli nyampex?”

Pesan dari : ibu
“Nak, knpa blum plg?”

Pesan dari : Zul SMK
“Kelayapan dmna? Gak ckup jln2x di pantai?”

Pesan dari : Zul SMK
"Bro, ngapain dstu lama bget? mo isi bensin sma Nas dlu ya"

Pesan dari : Bu Dara
“Dah bobo Di? Tdi siang miss bru2 plng. Ada acra pernikahan tman. Ni jg msi drmh tmn. FD yg brisi aplikasi corel ktinggln di lab. Km pux masterx kan? bsa bwakn miss besok drmh?”

Posting Komentar untuk "Pesan"